Setiap setelah Magrib, istri Suwarno, 55, itu menyusuri Jl Muharto–Kebalen–Kawasan Klenteng–Pasar Besar–Ramayana–Kayutangan–Klojen–RSSA–Stasiun Kotabaru–Jl Bromo–Jl Ijen, hingga terakhir mangkal di Jl Jakarta. Jika ditotal dalam sekali jalan, dia bisa menempuh jarak sekitar 7 km. Sehingga ketika pulang-pergi, mereka menyusuri jalan sepanjang 14 km. ”Saya harus bekerja seperti ini karena suami saya mengalami stroke dan tidak bisa bekerja,” katanya saat diwawancarai Tim mabesajo sekitar pukul 23.00 di kawasan Taman Merbabu.
Nah, untuk malam harinya, dia keliling lagi mulai pukul 18.00–pukul 23.00. Sebenarnya ketika berjualan di malam hari itu, dia hanya ingin jalan sendirian. Namun, ketiga anaknya memilih ikut berjualan. Karena jika mereka tetap di rumah takut mengganggu suaminya yang sakit stroke. Mengingat, kalau sedang kambuh biasanya suami Srianah suka marah-marah. ”Kalau di rumah anak-anak sering dimarahi sama ayahnya. Jadi, mereka tidak kerasan dan memilih ikut saya,” ungkap Srianah.
BACA : Semenjak iBu Kandungnya Meninggal,Bocah iNi Di Asuh 3 Kali Keluarga Berbeda Dan Di Sodomi Di Kandang Babi Oleh Orang Tua Asuhnya
Di pinggir jalan di bawah sinar lampu Jalan Merbabu, Srianah bercerita panjang lebar tentang jalan hidupnya. Selama delapan bulan dia mendorong gerobak untuk berjualan kue dengan berjalan kaki. ”Sebelumnya saya bekerja sebagai pemulung, Mbak,” ucapnya.
Namun, selama menjadi pemulung penghasilan yang didapatkannya kecil dan tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan itu dia lakukan setelah suaminya yang bekerja sebagai tukang becak serta kuli bangunan itu sakit stroke dan tidak kunjung sembuh.
Sebenarnya anak Srianah ada 4 orang, yang satunya bernama Dwi Kurniawan Putra, 18. Selama ini Dwi membantu mencari nafkah dengan berjualan koran. ”Dia juga yang sehari-hari menjaga suami saya,” kata lulusan SMK Kartika tersebut. Namun, karena jadi pemulung dapat uangnya sedikit dia memilih jualan kue. Kue yang dia jual antara lain, roti goreng, roti kukus, gorengan, nasi kuning, air mineral dan teh gelas. Menurut dia, hasil dari jualan kue lebih besar dari memulung.
Apakah anaknya tidak capek ikut jualan? Srianah mengatakan, selama ini meski capek anaknya tidak pernah kapok untuk ikut berjualan. Karena, mereka merasa lebih bebas bermain sambil mendampingi ibunya. Pernah juga ada satu anaknya yang tidak kuat berjalan, maka Srianah memasukkan anaknya itu ke dalam rombong.
Menurut dia, aktivitas jualan kue itu dilakukan nyaris tanpa absen. Bahkan, jika hujan tiba, mereka juga terpaksa berjualan dengan memakai jas hujan. ”Alhamdulillah, anak-anak tidak sakit. Itu merupakan rahmat dari Allah,” ungkap perempuan berjilbab ini. Bahkan, anak-anaknya masih terlihat ceria meski jam menunjukkan pukul 23.00 dan mengeluh ngantuk.
Sementara itu, aktivitas Srianah berjualan ini juga telah memantik banyak simpati dari masyarakat. Misalnya dia pernah didatangi komunitas mahasiswa dan kemudian mendapatkan bantuan rombong untuk berjualan. ”Sebelumnya saya pinjam rombong, sekarang sudah milik sendiri setelah diberi bantuan oleh mahasiswa tersebut,” tuturnya.
Ditanya terkait penghasilan dari jualan kue, Srianah mengaku dalam sekali jualan jika laku semua dirinya untung Rp 40 ribu. Sehingga jika berjualan dua kali siang dan malam hari, maka dia mendapatkan keuntungan Rp 80 ribu. Tetapi jika kuenya tidak habis, maka keuntungannya tidak sampai sejumlah itu. ”Kalau nggak habis, ya untungnya berkurang,” ucapnya.
Kurnia Putri, anak ketiga Srianah yang ditanya mabesajo ini mengaku tidak masalah berjalan kaki mengikuti ibunya. Dia merasa senang karena bisa membantu sang ibu dan belajar berjualan. ”Ya kadang capek dan ngantuk, tapi nggak papa, yang penting sama ibu,” ujarnya. Bahkan, dia mengaku masih tetap bisa belajar meski setiap malam ikut ibunya berjualan kue dengan berkeliling Kota Malang
0 komentar:
Posting Komentar