Mereka cenderung membentuk diri sebagai perkumpulan massa yang seakan menganut prinsip, “Lihat, Sikat!”
Belum lama, ormas tersebut berulah dan mengarahkan keberingasan ke Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Apakah mereka benar-benar mewakili organisasi Islam? Apakah FPI telah mewakili Islam? Lalu, bagaimana melihat FPI berdasarkan apa-apa yang mereka tampilkan?
Beberapa waktu lalu, saya mencoba menelusuri beberapa tempat di sekeliling tempat Habib Riziq Shihab, sebagai petinggi organisasi itu, di kawasan Petamburan–tak jauh dari tempat saya berdomisili. Berbicara dengan penduduk di lokasi itu tentang berbagai hal terkait dengan FPI dan sang habib tersebut.
Jawaban yang saya dapatkan adalah FPI sebagai organisasi menakutkan, FPI meresahkan, FPI tak memberikan manfaat apa-apa yang bisa membangun masyarakat.
Memang, ada sebagian yang saya tanyakan itu yang menyebut bahwa masih ada manfaat keberadaan mereka, paling tidak bisa mengurangi kemungkaran. Meski manfaat yang disebutkan itu juga masih bisa diperdebatkan, berapa persen kemungkaran yang telah diberangus FPI di Jakarta?
Salah satu penduduk yang hanya beberapa meter dari kediaman habib petinggi organisasi dimaksud, salah satu di antara yang antipati terhadap keberadaan organisasi itu Secara kebetulan, seperti diakuinya, ia adalah salah satu yang pernah lama mengenyam ilmu pendidikan Islam di banyak tempat. Dikatakan olehnya, apa yang dilakukan oleh habib itu tak lagi bisa dikatakan sebagai perbuatan sebuah jamaah (organisasi) Islam.
Pertanyaan dia, “Apakah FPI memang lebih mendatangkan manfaat daripada mudharat atau dampak buruk? Jika iya, saya mendukung. Tapi jika seperti sekarang, meresahkan, mendingan ditumpas!”
Ya, itu merupakan segelintir suara keresahan penduduk atas keberadaan organisasi seperti FPI. Memang, jika bersedia berkaca dari manfaat dan mudharat, organisasi seperti ini bisa dikatakan tak punya manfaat.
Terutama jika dilihat dari perspektif bahwa atas nama agama apa saja, semua hidup bermasyarakat.
Tapi jika sebuah organisasi terlihat begitu ekslusif, melecehkan agama lain, mengkafirkan orang lain, yang notabene tinggal di negara yang sama dengan mereka, diikuti dengan kegiatan-kegiatan merusak, kira-kira alasan apa sehingga harus menunggu lama untuk membubarkan organisasi seperti ini?
Dalam hemat pribadi saya, FPI adalah organisasi yang tak lebih dari jamaah yang menjual agama. Mereka muncul dalam hal-hal yang cenderung terlihat menguntungkan. Ketika begini, mereka akan mengerahkan massa, melakukan pressure kepada pihak yang dinilai sebagai lawan mereka lewat massa ini, dan kemudian menunjukkan kepongahan di depan media dan aparat hukum dan media.
Ada kesan, mereka takkan ada yang berani menyentuh. Lantaran mereka memiliki massa, karena mereka memiliki kekuatan, dan mereka berasal dari agama mayoritas. Ini, menurut saya, merupakan bentuk dari egoisme sosial. egoisme beragama, dan harus dibuat agar mata mereka terbuka. Tapi akan sulit jika pihak-pihak berwenang memilih mendiamkan karena “nama besar” dari organisasi itu, dan konon adanya orang kuat di belakang mereka.
Padahal, jamak diketahui, berbicara kontribusi organisasi itu secara positif di tengah masyarakat, nyaris tak ada. Mereka tidak seperti organisasi semisal Muhammadiyah yang sejak lama bergerak lewat pendidikan, memberikan pemahaman Islam yang menguatkan dan membumi. Atau, Nahdlatul Ulama, dengan berbagai organisasi di dalamnya, yang cenderung membangun, dan menunjukkan Islam yang berwajah teduh.
Akhirnya, menyimak keberadaan organisasi seperti FPI, berikut kiprah yang mereka tunjukkan, dibandingkan lagi mereka dengan organisasi semisal Muhammadiyah dan NU, maka saya kira tak berlebihan jika saya yang juga sebagai muslim mengatakan FPI sebagai penyakit. Membiarkan satu penyakit leluasa tumbuh dan berkembang, kelak akan ada banyak kematian. Mereka akan mematikan demokrasi, mematikan semangat berbangsa, mematikan Indonesia itu sendiri.
Membiarkan saja mereka, silakan, jika memang keberadaan organisasi seperti ini tidak menjadi duri dalam daging. Ada hal-hal positif dan konstruktif dilakukan. Tidak menggunakan atribut-atribut keislaman tapi berperilaku preman.
Sebab, terlepas bagi sementara kalangan tidak setuju dengan pendapat saya, tapi saya melihat aksi-aksi FPI selama ini justru merupakan penodaan terhadap Islam itu sendiri.
Selain juga telah mengampanyekan cara-cara destruktif untuk mencapai sebuah tujuan. Apalagi, hampir bisa dipastikan tak ada tujuan kelompok ini yang ditujukan untuk masyarakat, kecuali hanya untuk kelompok mereka saja. Sementara mereka berada di sebuah negara yang di sana lebih dituntut dan dibutuhkan sudut pandang yang lebih terorientasi kepada nilai-nilai kebangsaan itu sendiri.
Dalam kasus mereka menghadapi Ahok, adalah gambaran yang memperjelas seperti apa wajah organisasi ini. Ada arogansi di sana. Sebuah arogansi yang secara telanjang terlihat didukung elite-elite seperti kalangan Koalisi Merah Putih, atau beberapa figur yang kerap muncul di depan publik.
Membiarkan arogansi ini berlangsung dengan nyaman, tanpa ada yang berupaya menghadang, saya kira sama saja dengan menunggu organisasi ini tidak lagi sekadar “penyakit kulit”, tapi kelak akan menjadi “penyakit kronis” yang membunuh.
Betapa, dalam kasus teranyar itu, organisasi itu secara gamblang menunjukkan hal-hal yang beraroma SARA yang mengancam timbulnya perpecahan dan keributan. Konyolnya lagi, mereka yang turun ke jalan dan memacetkan jalanan, tapi justru Ahok yang dituding mereka sebagai penyebab kemacetan.
Sementara di sisi lain, mereka juga tak merasa digelisahkan saat melontarkan banyak kata-kata tidak mendidik, rasis, di depan publik dan diekspose berbagai media.
Mereka merasa aman-aman saja, lantaran beralasan bahwa itu adalah bagian dari hak mereka untuk berekspresi. Sementara apakah mereka juga membuat masyarakat lainnya aman, menjadi hal yang justru dipersetankan. Ini masalah dan ini harus diselesaikan.
Karena, saat ini, saya kira ini bukanlah masanya lagi organisasi yang hanya mengandalkan otot untuk diberikan tempat. Ada banyak hal yang jauh lebih penting, dan itu adalah bagaimana organisasi yang ada mampu membawa manfaat, paling tidak di sekeliling mereka sendiri.
Kembali saat saya berdiskusi dengan salah satu tetangga petinggi FPI itu lagi, saya mendapatkan penjelasan, bahwa ada banyak masyarakat miskin di sekeliling rumah tokoh tersebut. Bahkan hanya beberapa meter dari kediaman sang habib, terdapat lokasi pelacuran yang pengguna bisa membayar dengan harga murah.
Kenapa organisasi seperti ini tidak diarahkan untuk membawa manfaat untuk mereka yang terpaksa menjadi pelacur karena kemiskinan? Melakukan sesuatu untuk mereka. Daripada hanya mengandalkan kekuatan massa untuk menakut-nakuti, membuat keriuhan, keributan, dan merusak.
Apakah Islam datang untuk merusak? Tidak! Maka, pemerintah, saya kira tak perlu lagi dicemaskan dengan faktor bahwa organisasi ini mengusung Islam dan masyarakat muslim akan tersinggung.
Masalah penyakit masyarakat–seperti keberadaan organisasi tersebut–adalah masalah bersama. Maka jika masalah bersama jauh lebih penting dari hanya satu kelompok perusak, lebih baik yang merusak dihilangkan dan konsentrasi bisa diarahkan pada bagaimana membangun.
Apalagi, ormas-ormas seperti FPI ini sudah bisa dipastikan membahayakan. Aksi-aksi yang dilakukan nyaris tak lebih baik dari remaja yang tawuran.Jika mereka yang berjubah dan konon fasih meneriakkan nama Tuhan bisa sebegitu anarkis, remaja-remaja yang melihatnya pun kelak akan menjadi penerus aksi-aksi seperti ini.
Jika begini, lagi-lagi yang terjadi adalah berpindahnya tongkat estafet anarki. Akan kian sedikit yang terwarisi nilai-nilai yang membangun, yang membangkitkan, dan lebih membawa manfaat. Maka, saya pribadi, yang juga bersyahadat dan melaksanakan perintah Islam, sebagai muslim, berpikir organisasi destruktif seperti FPI sudah seharusnya dihapus dari negeri ini. Atau, jika tidak, ubah organisasi ini menjadi wadah yang memang mampu membawa manfaat bagi masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar