Demi Menjaga Martabat, Apa Yang Dilakukan Ayah Ini Membuat Air Mata Mengalir
Tidak seperti biasanya, sore itu saya tumben-tumbenan mampir di counter pulsa di pinggir jalan. Biasanya begitu pulsa habis tinggal kirim WA teman sekantor yang kebetulan jualan pulsa beres, tinggal besoknya bayar dikantor. Tentu tidak ada yang kebetulan.
Sementara duduk dipojok sambil masih menunggu pulsa terisi, mata ini tertuju pada sesosok bapak paruh baya yang sedang melihat-lihat hape second. Beberapa kali ia bertanya ke penjaga konter perihal harga beberapa hape yang ditunjuknya, namun beberapa kali pula dahinya mengernyit, seperti ada rasa sesal.
Saya beranikan diri bertanya, "Mau beli hape pak?" Ia hanya tersenyum sambil mengangguk, lalu tangannya kembali menunjuk satu hape lagi. Lagi-lagi ia murung, karena harganya terlalu mahal baginya.
"Hape nya buat bapak pakai sendiri?" tanya saya lagi. Ia hanya menggeleng. Kemudian hendak berlalu pergi. Langkahnya gontai, lalu saya tahan. "Buat siapa pak?"
"Saya sudah lama ingin memenuhi janji. Waktu ulang tahun anak saya yang SMA tahun lalu, saya janji akan belikan hape kalau ia berprestasi, nilai raportnya bagus...."
Si Bapak tadi cerita intinya, janjinya sudah lewat satu tahun untuk membelikan hape. Si anak sebenarnya nggak pernah menagih karena ia sadar keadaan bapaknya. Begitu yang saya tangkap dari ceritanya.
Tapi seorang Ayah pantang ingkar janji. Ia berusaha untuk membayar janjinya, meski harus tertunda sekian waktu. Dan hari ini, ternyata hari ulang tahun anaknya itu, ia berencana menunaikan janjinya sekaligus memberi kejutan. Tapi apa boleh buat uangnya tidak cukup, ia berencana menunda kembali janjinya sampai datang waktunya nanti. Uangnya mencukupi untuk membelinya.
"Memang Bapak pegang uang berapa?" tanya saya.
"Dua ratus lima puluh ribu..." sambil menunjukkan uang yang digulung dan diikat karet gelang. Hanya ada pecahan lima ribuan dan dua ribuan. Entah berapa lama ia mengumpulkannya.
"Boleh saya bantu?" sambil beri senyum terbaik.
Tapi ia menolak. "Saya harus membeli dengan uang saya sendiri," katanya.
Saya melirik hape yang tadi ditunjuk dan bertanya pelan ke penjaga perihal harganya.
"Oh bukan gitu pak, saya hanya akan bantu menawar harganya, biar bapak tetap bisa beli dengan uang itu," saya nggak mau kalah. Dan ia pun setuju. Tanpa ia ketahui kesepakatan antara saya dan penjual hape itu.
Akhirnya, Bapak itu bisa tersenyum karena ia bisa membawa pulang janjinya. Boleh jadi itu hanya satu janji dari sekian banyak janji yang belum mampu ia penuhi. Entah kenapa tiba-tiba ia memegang tangan dan pundak saya lalu ia memijat-mijatnya. "Terima kasih nak, sudah bantu walau cuma bantu menawar harga hape itu, biar saya pijat sebentar untuk membalas kebaikan anak muda".
Takjub saya dengan Bapak ini. Ia menjaga martabat dirinya, bahkan ia mencoba membayar kebaikan saya dengan memijat pundak dan tangan ini.
Hari ini saya belajar lagi. Seorang Ayah bukan hanya pantang mengingkari janji, tetapi juga tetap harus menjaga martabat diri dan keluarganya.
0 komentar:
Posting Komentar