Ada pepatah mengatakan “jangan tanya apa yang negara berikan padamu, tapi tanya apa yang sudah kamu berikan untuk negara!”
Well, di era seperti sekarang ini, sangat sulit bagi rakyat biasa seperti kita untuk menyumbang sesuatu bagi nusa dan bangsa. Kita harus bekerja, punya tanggungan, dan seabrek masalah lainnya yang membuat kita tak bisa berpikir di luar nasib kita sendiri.
Tapi ada satu cara mudah di mana kita bisa sedikit berkontribusi: jadilah bagian dari masyarakat yang cerdas. Jadikan diri Anda sosok yang tak mudah terkena propaganda elit-elit politik… siapapun Anda… entah Anda muslim, Kristen, gay, ahmadiyah, atau apapun… Mari berpikir kritis agar tidak termakan propaganda.
Kenapa Propaganda? Kenapa harus tahu ciri-ciri propaganda?
Kenapa propaganda begitu penting kita bahas? Alasannya tak lepas karena kita hidup di era internet. Jangan sekali-kali naif mengandaikan bahwa semua press di negeri ini, baik itu channel TV, radio, atau koran punya niat semurni mata air untuk membicarakan fakta. Tak jarang press tersebut dimiliki elit yang punya kepentingan besar. Misalnya kepentingan menyembunyikan pantatnya dari kejahatan atau kepentingan mengemplang pajak sekian milyar. Sering mereka memesan berita untuk menyudutkan lawan politiknya atau malah mengesankan dirinya luar biasa jenius dan baik hati.Yang disayangkan, tak jarang juga ada bagian dari rakyat kecil seperti kita yang termakan propaganda dan IKUT membuat serta menyebarkan propaganda tersebut!
Dan saya yakin, Anda yang masih waras juga pasti bisa melihat bahwa di forum tercinta kita ini juga ada “id-id” bayaran. Jumlah mereka tak bisa dikatakan sedikit, dan area mereka pun ada di mana-mana.
Lantas Bagaimana Cara Mengenali Sesuatu sebagai Propaganda atau Tidak?
Apa saja ciri Propaganda yang bisa kita lihat?
Berikut ini caranya menentukan apakah yang kita lihat merupakan propaganda atau bukan.
Ciri Propaganda 1: Name Calling (Penyematan Istilah yang Dianggap Negatif)
Contoh Istilah: China, komunis, liberal, syiah, sesat, separatis, dll.Contoh kasus: penyebutan bahwa Jokowi adalah antek komunis. Penyebutan ini tak ada dasarnya sedikitpun. Komunis adalah mereka yang menginginkan terbentuknya masyarakat tanpa negara, tanpa uang, dan tanpa monopoli alat produksi. Apakah Jokowi ingin memusnahkan negara? Tidak. Apakah Jokowi ingin menghapus sistem ekonomi dengan uang? Tidak. Apakah Jokowi ingin menghapus kepemilikan pribadi atas alat produksi seperti pabrik Indomie diserahkan ke massa? Tidak!
Perhatikan kebijakan yang diambil Jokowi. Jokowi justru mendukung pendirian usaha yang dimiliki pribadi, bukan massa (bertentangan dengan nilai-nilai komunisme).
Contoh kasus 2: Penyebutan Syiah sebagai agama sesat.
Fakta: Setiap agama dan aliran adalah sesat menurut agama dan aliran yang lain. Kalau Anda tanya kepada orang syiah apakah sunni sesat, mereka pun bisa jadi mengatakan hal yang sama. Penyebutan sesat BUKANLAH FAKTA, melaikan OPINI PRIBADI suato golongan. Jangan termakan oleh opini manusia! Kalau Anda mau ikut opini pribadi, Anda akan mengatakan semua agama sesat karena semua agama memang sesat menurut yang bukan penganutnya.
Catatan: beberapa istilah di atas bisa jadi merupakan fakta. Misalnya “separatis”. Tetapi ketika penyebutan separatis itu dimaksudkan untuk mendiskreditkan opini seseorang, maka termasuk propaganda juga. Contoh misalnya ada berita mengenai korupsi di pemda aceh. Pada kasus itu, kemudian oknum pemda disebut merupakan mantan separatis. Boleh jadi itu fakta, tapi penyematan itu tak ada hubungan dengan kasus korupsi dan ada indikasi bertujuan untuk lebih mendiskreditkan yang bersangkutan. Hal seperti ini juga nyata terlihat saat kasus suap petinggi PKS Lutfi Hassan Ishkak serta petinggi partai agama lainnya. Terlalu sering media kemudian menonjolkan hal yang sifatnya pribadi seperti JUMLAH ISTRI sang politisi. Sekali lagi, kita tak bisa menyangkal jumlah istri ybs memang banyak. Tetapi isu ini bisa mendiskreditkan lebih jauh ybs.
Ciri Propaganda 2: Glittering Generality (Penggunaan Istilah Ambigu yang Positif dan Mengikat Emosi Pembaca sehingga Susah Menyangkalnya)
Contoh istilah: agamis, santun, sukses, sesuai budaya, nasionalis, NKRI harga mati, dll.
Contoh kasus: pengesahan UU Pornografi dengan alasan agamis. Sehingga mereka yang tidak setuju akan langsung mendapat cap anti agama.
Contoh kasus 2: Pelarangan ajaran ahmadiyah atas alasan pelurusan kaidah. Padahal mereka yang ingin memperjuangkan hak penganut ahmadiyah, tak bermaksud menyimpangkan kaidah. Mereka hanya ingin setiap orang bebas berkeyakinan.
Contoh kasus 3: Mereka bukan pelanggar HAM! Mereka adalah nasionalis pejuang NKRI harga mati! Kalimat seperti ini dimaksudkan menarik simpati agar pelanggar ham bisa lenggang kangkung hanya karena disebut nasionalis.
Ciri Propaganda 3: Permainan Kata untuk Meremehkan Kondisi yang Sebenarnya (Word Games Euphemisms)
Contoh: genangan air untuk menggantikan banjir, “kecelakaan” atau “bencana alam” Lumpur Lapindo untuk menggantikan KESALAHAN sebuah perusahaan yang berakibat pada bencana itu.
Contoh kasus: Ah, nggak banjir. Ini hanya genangan air!
Contoh kasus: Ah, nggak banjir. Ini hanya genangan air!
Ciri Propaganda 4: Testimonial
Sebenarnya TIDAK ADA SALAHNYA menyatut nama orang untuk menekankan apakah suatu pernyataan cukup reliabel (testimoni). Tapi dalam kasus tertentu, pencatutan ini menjadi propaganda karena tidak berdasar sama sekali atau berada pada topik kontroversial sehingga seringkali hanya opini pribadi atau fakta palsu.Contoh: Menurut Pemuda Pancasila, anggota PKI dibunuh karena mereka pengkhianat.
Fakta: Banyak korban yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan PKI dibunuh dalam kasus itu. Kalaupun PKI salah, berapa orang PKI yang membunuh para jendral? Kalau mereka bermaksud makar, kenapa grass root PKI dengan mudah dibantai tanpa perlawanan? Ada umat muslim seperti ISIS yang membunuh atas dasar agamanya, TIDAK BERARTI semua umat Islam adalah teroris. Ada anggota PKI yang salah, tidak berarti semua anggota PKI pantas DIBUNUH!
Ciri Propaganda 5: Plain Folks
Plain folks bisa kita lihat ketika ada politisi yang memposisikan dirinya seolah ia mewakili rakyat. Misalnya saja mencitrakan diri sebagai pro wong cilik padahal aslinya pro kapitalis, mencitrakan dirinya makan di pinggir jalan padahal aslinya suka makan di restoran bintang sepuluh, beriklan bersama rakyat kecil seolah dirinya pro rakyat, dst. Sekarang HAMPIR semua politisi melakukan ini. JADI SEBAIKNYA KITA ABAIKAN SAJA OMONGAN DAN CITRA SEPERTI ITU. Kita fokus saja pada track record yang selama ini mereka lakukan.Ciri Propaganda 6: Memberikan Ketakutan Palsu
Tak jarang propaganda bekerja dengan menyuapi massa menggunakan ketakutan palsu.Contoh: Papua kalau merdeka nanti kondisinya seperti Timor Leste. Pertanyaan: Apakah kondisi Papua saat ini tidak seperti Timor Leste?
Contoh: Perempuan yang mau jadi anggota TNI harus dites keperawanan untuk menunjukkan moralnya baik. Pertanyaan: apakah negara dengan tingkat keperawaranan rendah seperti Amerika punya indeks korupsi lebih tinggi dari Indonesia? Tidak ada hubungannya antara moral dan keperawanan.
Contoh: kalau Anda menganut agama itu nanti jadi teroris. Fakta: apakah semua penganut agama “itu”adalah teroris?
Contoh: emansipasi wanita menyebabkan tingkat perceraian naik. Pertanyaan: apakah perceraian naik lebih buruk dari pengekangan hak seorang wanita yang juga manusia?
Contoh lain: jangan merayakan valentine nanti masuk neraka. Pertanyaan: memangnya Anda pernah bertemu Tuhan yang verified adalah tuhan yang paling benar?
Ciri Propaganda 7: Band Wagon (Penggunaan simbol yang bisa mengikat emosi pembaca)
Contoh: simbol palu arit, merah putih, pancasila, bintang david Israel, tulisan arab, peci, dst.
Perhatikan saat ada suatu kasus dan digunakan simbol-simbol tersebut. Misalnya ada tokoh yang kemudian disandingkan dengan simbol-simbol seperti bintang david dan palu arit untuk mengesankan dirinya secara negatif. Di lain pihak, sering juga kita akan lihat tokoh politik yang tampak dengan kostum karikatur “positif” seperti menggunakan peci (padahal biasanya tidak) hingga diiklankan dengan background pancasila.
Di atas hanya beberapa contoh penggunaan propaganda yang biasa kita temukan. Bagaimana cara agar kita terbebas dari hal tersebut?
Kuncinya sebenarnya sederhana: berpikir kritis, jangan percaya hanya karena yang bilang adalah mereka yang terhormat, jangan terkesima dengan slogan dan simbol-simbol, dan jangan mudah ditakuti oleh hal yang tidak bisa dibuktikan siapapun.Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar