BeritaIndo24 - Jaringan Abie Besok yang konon katanya dekat dengan Megawati Soekarno Putri ketika menjabat sebagai Presiden Indonesia. Sepak terjang Abie Besok dalam hal penyeludupan ileghal loging tidak saja menguasai daerah Sumatera Utara, tapi melainkan juga merambah ke Provinsi Nangru Aceh Darussalam dan Provinsi Riau, serta Jambi. Hutan hutan di provinsi ini habis di babat oleh Mapioso kulit hitam ini, dan kayunya di ekspor secara ileghal kenegara Malaysia melalui pelabuhan rakyat yang ada di kota Tanjungbalai. Akibat uang yang di hasilkan dari perambahan hutan di empat provinsi ini, membuat Abie Besok mampu membangun kekuasaannya dengan menunduk kan para petinggi ABRI maupun Sipil di negeri ini. jalinan lobinya dengan para petinggi ABRI dan Sipil tidak hanya di level Provinsi tapi telah menjangkau ke tingkat pusat di Jakarta.
Dengan kekuasaan yang di milikinya Abie Besok membangun suatu kekuatan mafia di kota Tanjungbalai. Abie mampu menundukkan Ketua Pemuda Pancasila kota Tanjungbalai M. Kosasih untuk bergambung dengannya. Abie memiliki tukang tukang pukul yang di koordinir oleh tiga serangkai, Yakni Edi Balon, Anwar Tembak dan M.Rasyid Ridho. Kedua orang ini yakni Anwar Tembak atau Anwar Bed Sinaga dan M.Rasyid Ridho berhasil menjadi Ketua Pemuda Pancasila kota Tanjungbalai menggantikan M.Kosasih ketika terjadi perpecahan diantara gembong gembong penyeludup ini. M. Kosasih belakangan lebih dekat dengan kelompok Felik Wijaya atau Aweng. Felix Wijaya membangun kelompoknya dengan menghimpun orang orang orangnya yang Profisional yakni Zaharuddin SE Ketua Pemuda Muslimin (PMI) Sumatera Utara yang kini menjabat Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai, Rorel Harahap SE Mantan Ketua KNPI Sumatera Utara yang kini menjabat Wakil Walikota Tanjungbalai, Amran Rasyid (Alm) Ketua Pemuda Alwasliyah kota Tanjungbalai, Ucok Aseng, H. Romaynoor SE Sekarang menjabat Ketua DPRD kota Tanjungbalai dan beberapa tokoh pemuda lainnya.
Gebrakan kelompok Aweng sungguh berbeda jauh dengan gerakan yang di lakukan oleh kelompok Abie Besok yang penuh dengan nuansa premanisme. Siapa saja yang menghalang halangi pekerjaan penyeludupan yang di lakukan oleh Bos Abi Besok mereka sikat. Tidak perduli dia ABRI maupun Sipil. Tak terhitung jumlah wartawan yang menjadi korban kekerasan yang di lakukan oleh kelompok Abie Besok. Berbeda dengan gerakan yang di lakukan oleh kelompok Aweng. Mereka ini tidak mengandalkan otot. Tapi mengandalkan otak. Makanya Felix Wijaya sebelum terjadinya reformasi telah mengalihkan usahanya di luar kota Tanjungbalai.
Tindakan yang di lakukan oleh kelompok Abie Besok menyimpan dendam bagi masyarakat kota Tanjungbalai. Karena waktu Abie Besok berkuasa, tidak ada yang berani untuk mengganggu kekuasaannya. Abie Besok merupakan pelindung tangguh bagi kalangan Etnis Cina yang ada di kota Tanjungbalai. Masyarakat Cina di kota Tanjungbalai jangan tersenggol sedikit saja, langsung yang menyenggol berhadapan dengan aparat keamanan, atau setidaknya dengan kelompok Abie Besok. Tapi akhirnya ketika kerusuhan masya terjadi pada tanggal 27 Mei 1998, warga Cina ini menjadi korban amuk masya di kota Tanjungbalai. Peristiwa Amuk masya 27 Mei 1988 di kota Tanjungbalai adalah rentetan dari Pristiwa amuk masya di awal reformasi di kota kota besar di Indonesia. Jakarta bergejolak, pembakaran, penjarahan toko toko milik warga turunan Cina, dan pemerkosaan terhadap gadis gadis warga turunan Cina di kota kota besar merambat sampai ke kota Tanjungbalai di Sumatera Utara.
Walaupun dalam peristiwa ini di kota Tanjungbalai tidak ada korban jiwa, akan tetapi ratusan rumah rumah milik warga turuanan Cina di bakar dan di hancurkan oleh Masya. Penjarahan terjadi di setiap toko toko milik warga turunan Cina. Awal terjadinya pristiwa itu di mulai dari tiga anak penyemir sepatu yang mendapat kekerasan dari pemilik toko di Jalan Sisingamangaraja. Dimana anak tersebut melakukan penyemiran sepatu di depan toko perabotan itu. Oleh si pemilik toko anak tersebut di usir dengan cara menendangnya. Akibat dari kejadian ini ke tiga anak tersebut mengadukan nya kepada Drs. H.Chairul Fuad atau lebih di kenal dengan nama H. Buyung, pemilik pesantren Modern AL-Falah di kota Tanjungbalai. H. Buyung cucu dari ulama besar sumatera Utara H. Tuan Tahir Abdullah, adalah tokoh pemuda yang peduli terhadap tindakan kekerasan, maksiat dan kejoliman di kota Tanjungbalai. Dan sekarang beliau menjadi anggota DPRD Provinsi sumatera Utara dari dari Partai Demokrad, dimana sebelumnya H.Buyung adalah anggota DPRD kota Tanjungbalai. Mendapat laporan dari ketiga orang tua anak tersebut, spontan H.Buyung membawa ketiga anak itu ke Gedung DPRD kota Tanjungbalai, untuk melaporkan bahwa telah terjadi tindak kekerasan terhadap anak. DPRD kota Tanjungbalaipun menggelar siding terbatas dengan maksud untuk menengahi persoalan itu agar jangan menjadi persoalan Suku Agama Ras (SARA). Pada siding terbatas yang di gelar oleh DPRD kota Tanjungbalai, kehadiran masya yang datang kegedung DPRD tidak dapat di bending.
Gejolakpun mulai terjadi, sasaran di tujukan kepada M.Kosasih Ketua Pemuda Pancasila yang juga anggota DPRD kota Tanjungbalai dari partai Golkar. Kaca kaca jendela Gedung DPRD kota Tanjungbalai mulai di lempari oleh masya, situasi di dalam Gedungpun mulai tak menentu. Teriakan Bunuh Kosasih semakin membahana di ucapkan warga yang mulai kalap. Mereka menuduh kalau Kosasih antek antek nya Warga turunan Cina. Dalam situasi yang tidak menentu, M.Kosasih terpaksa di selamatkan oleh Kapten (Pelaut) Teguh Widodo yang kala itu menjabat sebagai Komandan Pos Angkatan Laut Tanjungbalai Asahan. Situasi pun tak terkendali. Masya yang berada di gedung DPRD kota Tanjungbalai terbagi dua. Ada yang tetap tinggal di gedung DPRD kota Tanjungbalai, dan sebahagian lagi mendatangi toko perabot yang pemiliknya telah melakukan kekerasan kepada tiga anak penyemir sepatu itu. Toko toko milik warga turunan Cina di kota Tanjungbalai mendapat pengawalan dari Pemuda pancasila lengkap dengan pakaian lorengnya. Abie Besok dengan di kawal Edi Balon, Anwar Tembak, dan M.Rasyid Ridho, serta para tukang tukang pukulnya melakukan patrol di jalanan kota Tanjungbalai dengan mobil jip williss terbuka. Masing masing memiliki senjata api di tangan. Tindakan patroli yang di lakukan oleh Abie Besok dan tukang tukang pukulnya bukan nya membuat massya menjadi takut, malah menimbulkan kemarahan bagi masya yang telah menyimpan dendam. Tanpa di komando masya melakukan pelemparan pelemparan terhadap rumah rumah milik warga turuanan Cina.
Pemuda Pancasila yang melakukan pengawalan rumah rumah dan toko toko warga turunan Cina, terpaksa menyelamatkan diri dengan membuka uniform nya, malah mereka jati turut bergabung dengan masya melempari dan membakar rumah dan toko toko milik warga turunan Cina. Situasi kota Tanjungbalai pun tidak terkendali, petugas keamanan dari Polres Tanjungbalai Asahan tak mampu mengamankan situasi. Mereka akhirnya menjadi penonton terhadap terjadinya amuk massya di kota Tanjungbalai. Kelompok mafia yang di bina oleh Abie Besokpun mulai bubar, masing masing menyelamatkan diri. Dan tidak terlihat lagi batang hidung mereka. Situasi mulai aman ketika satu pasukan TNI dari Kesatuan Korem Pematang siantar melakukan pengamanan dengan memblokir seluruh jalan yang masuk kekota Tanjungbalai. Namun sebelumnya Pasukan ini sepertinya memberikan kesempatan kepada massya untuk melakukan penjarahan, asal tidak melakukan pembakaran. Tanggal 28 Mei 1998, keadaan kota Tanjungbalai baru tenang kembali. Walaupun akses untuk menuju kota Tanjungbalai masih di tutup. Pengawalan diambil alih oleh pihak Polres Tanjungbalai Asahan dengan menurunkan personil Brimobnya.
Dan di tanggal 28 Mei 1998 ini pula ratusan masya yang masih tetap melakukan penjarahan di tangkapi oleh pihak keamanan dan di masuk kan kedalam penjara. Tanjungbalai kembali aman seperti sedia kala. Namun kegiatan penyeludupan yang di lakukan oleh kelompok Abie Besok tetap berjalan, walaupun tidak sepulgar sebelumnya. Dan tindakan kelompok mafia yang di bentuk oleh Abie Besok ini dalam melakukan hal kekerasan mulai berkurang, karena warga kota Tanjungbalai semakin berani untuk melakukan perlawanan. Tahun 2000, barulah kelompok mafia pimpinan Abie Besok ini bubar total seiring dengan adanya peraturan pemerintah yang melarang masuknya barang barang bekas dari luar negeri ke Indonesia, dan di tutupnya perjudian di seluruh bumi Nusantara. Kini Abie Besok hanya tinggal kenangan, Abie Besokpun jarang terlihat di muka umum. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kediamannya yang bernama gedung putih, karena warga turunan Cina yang menjadi korban amuk masya 27 Mai 1998 tidak lagi mempercayai Abie, karena sebelum terjadi Amuk Masya Abie melakukan pengutipan uang kepada mereka untuk biaya pengamanan dengan menggunakan Pemuda Pancasila. Tapi hasilnya mereka menjadi korban. Rasa dendam dan duka yang di rasakan oleh warga turunan Cina di kota Tanjungbalai masih terlihat dari sikap mereka. Banyak dari mereka yang tidak mau memperbaiki kerusakan yang ada di rumah dan tokonya akibat terjadinya amuk masya. Setiap mereka melihat kerusakan itu maka mereka akan teringat dengan peristiwa yang memilukan itu.
0 komentar:
Posting Komentar